Semiotika dan hipersemiotika: Gaya, kode dan matinya makna
- 30 July 2018
- Posted by: Admin
- Category: Buku Terbaru
No Comments
Buku ini dimulai dari definisi semiotika yang dikemukakan oleh Umberto Eco yang mengatakan bahwa semiotika “pada prinsipnya adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta (lie).” Definisi Eco ini meskipun mungkin sangat mencengangkan banyak orang –secara eksplisit menjelaskan betapa sentralnya konsep dusta di dalam wacana semiotika, sehingga dusta tampaknya menjadi prinsip utama semiotika itu sendiri. Lebih lanjut Eco mengemukakan: “Bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta, maka sebaliknya ia tidak dapat pula digunakan untuk mengungkapkan kebenaran (truth): ia pada kenyataannya tidak dapat digunakan untuk “mengungkapkan” apa-apa. Saya pikir definisi sebagai teori kedustaan sudah sepantasnya diterima sebagai program komprehensif untuk semiotika umum (general semiotics). Terkait definisi itu, Yasraf mengembangkan konsep hipersemiotika, meski pun tidak dengan sendirinya hipersemiotika dapat diartikan sebagai teori kedustaan. Awalan hiper pada istilah hipersemiotika –yang bermakna melampaui—memperlihatkan bahwa hipersemiotika tidak sekadar teori kedustaan, akan tetapi teori yang berkaitan dengan relasi-relasi lainnya yang lebih kompleks antara tanda, makna, dan realitas, khususnya relasi simulasi. Dari pembahasan tersebut, Yasraf lalu menerapkan kajiannya tentang tanda untuk membedah gaya, kode hingga matinya makna, dan ditutup dengan penerapan semiotika dalam metode penelitian interpretatif, iklan, agama, dan cultural studies pengkajian tanda. Buku ini, sebagai suatu buku utuh, berhasil memperlihatkan secara menyeluruh dan rinci tentang [bahasan]nya. Pemaparan deskriptif informatif nyaris leksikografis, yang menuntut ketekunan cermat ini, sangatlah berharga sebagai suatu tahapan dasar untuk melakukan refleksi lebih mendalam dan substansial selanjutnya atas kiprah peradaban mutakhir dunia kita ini. |